* Oleh: Abidin Arief To Pallawarukka.SH (Pemegang Mandat Adat Pancai Pao)
Memberi pesan melalui media online sebagai pesan moral atas nama adat Tana Luwu agar kiranya bulan suci ramadhan dapat dijadikan momentum bagi seluruh ummat Islam terkhusus yang ada di Tana Luwu agar betul-betul dapat memaknai bulan suci yang penuh barokah
Tidak hanya pada saat bulan suci ramadhan, tapi bagaimana kita bisa mengimplementasikan tata cara dalam berkehidupan sehari-hari walaupun di luar bulan suci ramadhan, agar kita semua mampu mengendalikan hawa nafsu untuk tidak melakukan cara-cara hidup yang terkesan menzalimi apalagi menganiaya sesama ummat beragama, apalagi sesama manusia.
Saat ini kita telah berada dalam kehidupan yang penuh moderen, namun jangan sampai karena keadaan yang moderen sehingga akhlaq serta rasa prikemanusiaan kita ikut tergerus dikarenakan sifat ambisius kehidupan dunia yang mengendalikan kita.
Karena ingin dikatakan orang yang berada atau sebagai pembesar.
Bagi Wija To Luwu yang sesungguhnya tentu sangat memahami tata cara berkehidupan dalam memuliakan sesama manusia, apalagi memuliakan diri sendiri dengan salah satu cara menjauhi sifat zalim apalagi menganiaya.
Sebab Tana Luwu merupakan wilayah yang punya jejak sejarah sebagai salah satu pusat peradaban kerajaan di Sulsel menganut sistem kemuliaan sehingga kami yakin bahwa anak turunan Tana Luwu sesungguhnya lebih dulu mengenal tata cara dalam berkehidupan yang punya nilai aturan dan nilai-nilai budaya.
Dikarenakan jejak sejarah Kerajaan Luwu mulai dari zaman dewa sampai manusia setengah dewa, tata cara berkehidupan mulai dari hidup dengan cara kekacauan sampai hidup dengan cara yang beraturan sudah dicerminkan pada masa itu.
Hingga sampai kepada turunan titisan dewa semakin diperkuat cara memuliakan diri sendiri sampai dengan cara memuliakan sesama manusia.
Pada akhirnya agama Islam diterima dan diperkenalkan melalui Kerajaan Luwu yang diperkirakan pada abad ke-15 zaman kepemimpinan Raja La Patiware Pati Pasaung Petta Matinroe ri Pattimang Sebagai Pemimpin Pemerintahan Kerajaan Pajung ri Tana Luwu bersama kakak kandungnya La Patimanjawari Pati Paressa alias Pancai Pao Petta Matinroe ri Tana Pancai. Sebagai Pelaksana Amanah dalam menjaga keutuhan Tatanan Adat Tana Luwu yang berada sebagai penengah Antara Raja (Pajung ri Luwu) dengan Djemmae (Rakyatnya) yang sekaligus sebagai Penata Laku atau istilah Penasehat Kerajaan Pajung ri Tana Luwu Lilina Ware Limpona Majang (seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Luwu dalam wilayah Tana Luwu) agar tata cara berkehidupan Djemmae (Rakyat) terhadap Raja (Pajung ri Luwu) selalu terjaga dan terpelihara dengan baik untuk saling menghargai serta saling menyangi
Semakin tata cara berkehidupan diperkuat antara kehidupan seorang pemimpin dalam mengayomi juga dijadikan panutan di tengah rakyatnya. Begitupun tata cara berkehidupan rakyat dalam menghormati serta menghargai pemimpinnya karena ajaran pertama dturunkan di Tana Luwu merupakan ajaran kemuliaan dengan simbol Kerajaan Pajung Ri Tana Luwu.
Seiring dengan penyebaran agama islam ajaran leluhur semakin diperkuat dengan tidak bertentangan nilai-nilai hukum agama yang diakomodir oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepada seluruh keluarga kami yang merasa memiliki adat budaya Tana Luwu, apalagi yang merasa dirinya orang adat, terlebih kepada pengurus adat, kami sebagai keluarga atas nama Adat Pancai Pao melalui Pemegang Mandat Adat Pancai Pao kami berpesan, jadilah orang yang mampu mempertontonkan cara hidup sebagai orang adat yang berbudaya serta adab kita bisa lebih menonjol.
Karena kehidupan sebagai manusia beradab sudah lebih dulu dicerminkan para leluhur tercinta kita secara garis turun temurun melalui falsafah atau pesan-pesan moral yang sangat bijak daripada lebih dulu menerimah Agama Islam dimana leluhur kita menerima amanah kemuliaan lalu mewariskan kepada anak cucunya sebagai Wija To Luwu.
Agar pandai memperbaiki orang terlebih memperbaiki diri sendiri. Kita tidak boleh larut dalam kehidupan dunia atau kehidupan semu yang sifatnya sementara. Suka atau tidak Suka kita pasti akan bertemu kehidupan yang baru setelah kita meninggal.
Tentu kita semua bisa menyadari secara logika bahwa leluhur kita tidak mewariskan sifat-sifat menjadi penguasa yang sewenang-wenang atau bersifat zalim sesama manusia. Termasuk mewariskan kita sebagai orang yang kaya raya namun tidak punya kepedulian dengan sesamanya manusia.
Namun dengan kemuliaan yang kita diwariskan secara logika kita semua sebagai anak cucu disiapkan agar mudah masuk syurga.
Akhir kalimat kami mewakili keluarga besar adat Tana Luwu atas nama Wija To Luwu terkhusus keluarga besar adat Pancai Pao mohon maaf lahir dan batin, semoga bulan suci ramadhan kita semua dapat mengintrospeksi diri serta berbenah agar setelah kita melewati bulan yang penuh barokah.
Kita berusaha Adat Tana Luwu dilakukan perbaikan tatanan adat dengan cara yang kompak dalam pelestarian adat Tana Luwu demi pengembangan budaya Tana Luwu untuk diwariskan kepada anak cucu dalam menghadapi kehidupan pada masa mendatang yang semakin moderen yang tidak menutup kemungkinan budaya Tana Luwu akan tergerus karna zaman yang akan menggilasnya.
Tentu masih tersimpan dalam benak ingatan kita bahwa di Tana Luwu sudah banyak kejadian-kejadian yang aneh seperti salah satu contoh pernikahan persaudaraan, perzinahan antara orang tua dan anak kandung, pembunuhan terhadap orang tua dan anaknya, termasuk permasalahan dualisme Datu Luwu serta permasalahan lain yang membuat Wija To Luwu terkesan miskin moral.
Ataukah pemerintah serta penegakan hukum di Tana Luwu yang lemah sehingga semua kejadian yang ada tidak menjadi sebuah efek jera dikarenakan perilaku pembunuhan,korupsi asusila narkoba, dll.
Harapan kami kepada pemerintah se Tana Luwu untuk memberikan kami ruang sebagai kolaborasi pemerintah dalam membantu pengentasan kemiskinan moral agar Tana Luwu dapat kembali pada habitatnya seperti semula sebagai wilayah yang punya adat serta menonjol dengan budayanya.
Sehingga salah satu motto Tana Luwu dapat terpelihara yaitu Tana Luwu tana mappatuo, Tana Luwu tana mappidecengnge dan Tana Luwu tana na aweai alena.
Juga Wija To Luwu taro ada taro gau yang artinya Tana Luwu merupakan sumber kehidupan, sumber kebaikan karena Tana Luwu mampu mempertahankan jati dirinya dan anak turunan Luwu merupakan anak turunan satu kata satu perbuatan.
Namun hari ini, falsafah itu sepertinya sudah hilang karena yang kami lihat justru berbanding terbalik dengan kejadian yang ada saat ini. (*)
Komentar