SOROWAKO, ANGKASA NEWS – Perubahan nama Bandar Udara Sorowako menjadi Bandar Udara Andalan Datuk Pattimang Sorowako oleh Pemprov Sulsel, menjadi pro kontra di masyarakat.
Pasalnya, nama Bandara Andalan Datuk Pattimang Sorowako dinilai tidak ikonik Luwu Timur.
Menanggapi hal itu, Pemegang Mandat Adat Pancai Pao, Abidin Arief To Pallawarukka SH, menyarankan agar sebelum diputuskan, sebaiknya dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan para tokoh setempat. Sehingga tidak terjadi polemik soal nama.
Penamaan itu perlu melibatkan seluruh pihak, bukan hanya pemerintah daerah saja, namun perlu diketahui, di Matano itu ada kearifan lokal, yakni Wawainia Rahampu’u Matano.
“YM H Umar Ranggo yang telah dinobatkan sebagai Mokole Wawainia Rahampu’u Matano, yang sesuai prosedur adat, juga perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan nama Bandara Sorowako,” katanya.
Meski demikian, menurut Abidin, Pemprov Sulsel juga sebenarnya sudah tepat memilih nama Datuk Pattimang yang diabadikan dalam nama Bandara. Karena Datuk Sulaiman yang dikenal juga dengan nama Datuk Pattimang adalah ikon penyebar Islam di Tana Luwu, dan Matano itu bagian dari Tana Luwu.
“Jadi keliru jika ada masyarakat protes nama Datuk Pattimang hanya karena dianggap tidak ada kaitannya Datuk Pattimang dengan Luwu Timur. Nama Datuk Pattimang muncul pada abad 15, Kerajaan Luwu berpusat di Pattimang, Malangke. Sementara Matano itu bagian dari Kerajaan Luwu,” tandas Abidin.
Namun, kata Abidin, kekeliruan Pemprov Sulsel, karena tidak ada pelibatan pemangku adat dalam penamaan Bandara Sorowako yang dulu milik PT Vale itu.
Diketahui, Pemkab Luwu Timur juga telah merekomendasikan dua nama bandara Sorowako itu ke Pemprov Sulsel, yakni Bandara Matano dan Bandara Batara Guru. (*)
Komentar