Tempatkan Adat Bukan Pada Tempatnya, Pemda Lutra Menuai Kritik

LUWU UTARA, ANGKASA NEWS- Pendiri Komunitas Remaja Pecinta Alam Luwu Utara mengutuk keras kegiatan yang dilakukan beberapa oknum pemangku adat dan pemda Luwu Utara.

Menurut Jalaluddin Rumi, Tarian Ma’jjaga ditampilkan hanya pada acara-acara tertentu yang disakralkan seperti acara Ma’bua atau pesta adat.

Dalam rangkaian tari Ma’jjaga ada syair-syair Pa’tendeng sesuai maksud dari kegiatan yang dilaksanakan.

Ma’tendeng tersebut berisi syair-syair yang diyakini sebagai Do’a yang dipanjatkan kepada Tuhan untuk mendapat berkah dan kemuliaan.

“Da’u marukka pea na ngei pare.
Ucapan yang sering di katakan orang tua, para leluhur Rongkong. Itu adalah bahasa yang di anggap candaan oleh orang-orang tertentu, namun ada benarnya ucapan itu.

Dan saya kira ini juga melanggar dari pada sapa tondok. Sapa sapulo dua.
Apa lagi kita ketahui bahwa tana Rongkong adalah salah satu wilayah Adat yang masih kental akan Adat istiadatnya,” ungkap Jalaluddin.

Sapa adalah hukum yang mengatur perilaku dan tindakan masyarakat Adat di wilayah Rongkong.

Lanjut Rumi menegaskan, “Kepada para pemangku adat Rongkong bagaimana kalau kita sikapi persoalan yang ada di tana Rongkong.

Bupati Luwu Utara berserta panitia kegiatan di Rongkong harus kena sangsi adat.

Melakukan kegiatan yang bertentangan dengan adat, contoh kalau masih ada padi di sawah (iburah padang diong pare taepa namarikpi tu pempadangani) tidak boleh megadakan Ma’jjaga dan Ma’bendon.

Nanti ketika padi sudah disimpan dilumbung padi, baru mengadakan pesta syukuran terus mengadakan juga Tarian Ma’jjaga dan Ma’bendon sesuai hasil musyawarah Dewan Adat, percaya atau tidak, ketika tatanan adat di satu wilayah di lakukan tidak pada waktu/tempatnya, maka akan terjadi sesuatu, jangan salahkan faktor alam! (SANGGANG PADANG), tutupnya.

Komentar