Ratusan Petani di Tana Malea Konflik Dengan PT Vale, Pancai Pao: Harusnya Pemerintah Lebih Proaktif

TOWUTI, ANGKASA NEWS – Ratusan petani di wilayah Tana Malea yang terletak di Desa Loeha Raya, Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur, Sulsel, melakukan perlawanan terhadap PT Vale Indonesia Tbk.

Pasalnya, lahan pertanian, yang mayoritas berupa kebun merica itu akan diambil PT Vale untuk ditambang. Sebab kawasan tersebut diklaim memang masuk dalam wilayah konsesi perusahan tambang nikel tersebut.

Aksi perlawanan masyarakat itu ditunjukkan dengan unjuk rasa selama beberapa pekan terakhir ini.

Namun hingga kini, belum ada solusi berarti dari konflik kedua belah pihak. Bahkan pemerintah daerah pun dianggap tak serius hadir memberikan solusi atas persoalan tersebut.

Kondisi itu mendapat tanggapan dari tokoh adat Tana Luwu, Abidin Arief To Pallawarukka SH, Senin 21 Agustus 2023.

Abidin yang merupakan Pemegang Mandat Adat Pancai Pao itu menyampaikan, Pemkab Luwu Timur (Lutim) sejatinya lebih proaktif soal sengketa lahan antara warga dan PT Vale di wilayah Tana Malea.

Sebab menurut dia, dua pihak yang berkonflik itu merupakan tanggung jawab pemerintah, yang harus disatukan persepsinya, sehingga tidak boleh ada yang dirugikan.

“Keberadaan PT Vale itu salah satu aset vital negara. Namun masyarakat yang merasa berhak di lokasi itu juga warga negara yang harus mendapat haknya. Sehingga tidak boleh ada kesan keberpihakan pemerintah, apalagi kesan pembiaran dalam penanganan kasus itu,” katanya.

Abidin mengatakan, pemerintah selaku pelaksana amanah pemerintahan di republik ini harus tampil mencari solusi, bukan malah terkesan ada pembiaran.

“Pemerintahan punya salah satu motto yang jelas bahwa di setiap keresahan masyarakatnya, pemerintah selalu hadir di tengah-tengah masyarakatnya sebagai pemberi solusi,” katanya.

Menurut Abidin, baik eksekutif, maupun legislatif, serta yudikatif, semua adalah pembawa amanah dalam pelaksana pemerintahan NKRI, sehingga warga yang protes tidak boleh terkesan ditakut-takuti, apalagi dibodoh-bodohi.

“Hal inilah yang sering kami ingatkan kepada para pemangku kepentingan, bahwa jangan biarkan tatanan adat menjadi rusak, apalagi tenggelam, karena apabila adat dibiarkan hancur, maka budaya pasti hilang, sehingga orang bisa saja hidup tanpa memiliki adab lagi,” katanya.

Abidin juga berpesan kepada Pemda Lutim, bahwa persoalan warga terkait sengketa lahan jangan dipandang sebagai hal biasa, karena jauh lebih bagus mencegah dari pada mengobati.

“Jangan melihat warga yang sedang bertahan menguasai lokasi tersebut dengan jumlah yang ada saat ini. Tapi yang harus menjadi perhitungan bahwa mereka pasti punya keluarga, sahabat, serta kenalan, yang tidak menutup kemungkinan akan punya rasa empati untuk ikut membantu memberikan dukungan, karena pemerintah daerah terkesan lamban memberi kepastian yang dapat menenangkan warga,” tandas Abidin.

Abidin mengaku, pihaknya dari komunitas adat Pancai Pao, tidak memungkiri, jika penduduk yang ada disana, ada banyak keluarganya yang sedang berjuang mempertahankan lokasi yang dianggap haknya.

“Kami pun berpesan pada managemen PT Vale agar keberadaannya juga di Lutim, tidak memberi kesan seakan-akan penguasa. Ingin tampil juga sebagai pemerintah yang terkadang memperlakukan warga di sekitar area pemberdayaan sebagai warga yang tidak berdaya,” katanya.

Bahkan, Abidin menilai, PT Vale yang core bisnisnya hanya datang sebagai penambang nikel, namun pencitraan yang dibangun terkadang berlebihan, seakan peduli terhadap masyarakat asli lokal. Sampai-sampai urusan CSR harus dipublis penyerahannya ke masyarakat yang seakan-akan itu bentuk kepedulian PT Vale.

“PT Vale harus ketahui bahwa apa yang dilakukan di area pemberdayaan atau wilayah konsensi, belum ada yang dianggap berarti, apalagi memuaskan masyarakat. Sebab hak-hak penduduk asli masih banyak yang disembunyikan. Makanya tidak heran jika area pemberdayaan PT Vale selalu ada gejolak masyarakat, karena warga asli lokal masih banyak yang merasa terzalimi,” tandasnya.

Abidin juga berpesan kepada para penegak hukum, agar di setiap kejadian berupa aksi atau gejolak yang ada, sebaiknya masyarakat diayomi. Bukan malah terkesan diintimidasi.

“Jangan memberi kesan menakut-nakuti masyarakat. Sebab penegak hukum dibentuk untuk jadi pengayom, agar mampu menjadi panutan. Harus dipahami bahwa tidak mungkin warga mau memberontak ketika hak-haknya terpenuhi,” katanya.

“Bagi warga yang memaksakan kehendaknya lalu tidak mengindahkan hukum, sebaiknya diberi pemahaman selagi gerakannya masih dalam hal wajar,” harap Abidin.

Abidin berharap, agar penegak hukum dapat menghindari langsung main tangkap, karena menangkap lalu memproses hukum seseorang merupakan langkah terakhir, itupun untuk diberikan pembinaan.

“Kami juga tidak lupa berpesan agar pihak legislatif yang ada di Lutim, agar dapat menunjukkan kualitas serta integritasnya sebagai wakil rakyat, semuanya harus diwakili. Baik masyarakat maupun pihak PT Vale, karena semua adalah masyarakatnya, sehingga tidak boleh ada yang dibeda-bedakan hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya,” katanya.

PT Vale merupakan lembaga berbadan hukum yang punya tujuan bisnis. Sehingga tidak ada urusan secara pribadi dengan lembaga itu. Tapi oknumnya PT Vale, tentu harus juga dijaga, serta dihargai. Sebab mereka adalah wija to Luwu atau anak turunan tana Luwu, seperti falsafah yang sangat terbuka di tana Luwu ini, bahwa siapapun dan dari manapun asalnya, apabila sudah menginjakkan kaki, apalagi minum air putih, dan bermalam di tana Luwu, maka telah dianggap orang Luwu.

“Sepanjang orang tersebut datang membawa kebaikan, maka dia adalah wija tana Luwu yang merupakan keluarga kita juga. Itulah salah satu falsafah bijak dalam tatanan adat tana Luwu,” katanya.

Orang luar saja harus dihargai jika dia datang membawa kebaikan, apalagi jika dia berasal dari anak turunan tana Luwu. Begitupun sebaliknya asli tana Luwu saja diasingkan jika dianggap merusak tana Luwu, apalagi kalau hanya yang datang dari luar.

Vale Bisa Perjuangkan Hak, Tapi Juga Harus Laksanakan Kewajibannya

Abidin mengatakan, permasalahan yang ada di Tana Malea tidak boleh hanya dilihat dari satu sisi saja. Kalaupun PT Vale menganggap bahwa daerah tersebut merupakan wilayah konsensi, tentu menjadi pertanyaan juga, jika daerah tersebut masuk wilayah pemberdayaan PT Vale, lalu sudah seberapa jauh dan berapa lama telah melakukan pemberdayaan masyarakat di area tersebut, serta siapa-siapa saja masyarakat.

“Jangan sampai PT Vale hanya tau berbicara hak, namun lupa kewajibannya, sesuai amanah kontrak karya yang diamanahkan UU terkait pemberdayaan masyarakat di area lingkar tambang,” tandasnya. (*)

Komentar