PALOPO, ANGKASA NEWS— Di balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan Palopo, tiga saudara kandung Ahmad Haring, Kusmawati Haring, dan Hj. Baeti Mega Hati menunggu putusan nasibnya, yang tak lebih dari pengkhianatan sistem peradilan. Mereka, yang seharusnya memperoleh bagian warisan dari orang tua, kini didudukan dikursi pesakitan oleh saudaranya Amiruddin Haring.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palopo yang dipimpin I Komang Didiek Prayoga, masih memeriksa perkara tiga ahli waris yang didakwa melakukan penyerobotan dan perusakan karena berupaya mempertahankan tanah warisan keluarga di Kelurahan Ponjalae, Kacamatan Wara Timur, Kota Palopo.
Ketiga terdakwa Ahmad Haring, Kusmawati Haring, dan Hj. Baeti Mega Hati dihadapkan pada dakwaan Pasal 170 ayat (1) KUHP jo Pasal 406 ayat (1) jo Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 167 ayat (1) KUHP.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaan yang dibacakan menyatakan jika perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur.
“Memenuhi unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal yang menjadi rujukan,” beber Aisyah Kendek saat membacakan dakwaannya dihadapan majelis Hakim, para terdakwa juga penasehat hukum terdakwa pada 30 Oktober 2025.
Dakwaan itu merujuk pada dugaan gangguan terhadap hasil pelaksanaan eksekusi lelang tanah seluas 471 m2 yang sebelumnya digadaikan ke Bank Mandiri dan akhirnya dilelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Tanah tersebut menjadi sengketa setelah Harti Binti H. Haring salah satu saudara kandung, Amiruddin Haring, menggadaikan aset keluarga. Kredit macet, tanah dilelang, dan Amiruddin membelinya melalui proses lelang.
Tak terima dengan adanya hal tersebut, pada 2022 12 ahli waris dan ahli waris Pengganti (baca: termasuk Harti) mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Palopo. Sementara itu, Pengadilan Negeri Palopo melakukan sita eksekusi lelang, hal itu dilakukan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Palopo Nomor 7/PDT.EKS/2024/PN.PLP tanggal 20 Januari 2025.
Aduan terhadap kepolisian bermula dari Amiruddin yang pada Maret 2023 melaporkan 12 orang ke Polres Palopo, tujuh di antaranya ialah saudara kandungnya sendiri.
Laporan teregister dengan Nomor LP/B/163/III/2023/SPKT/Polres Palopo. Dari 12 terlapor, sembilan di antaranya diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Hanya tiga orang Ahmad, Kusmawati, dan Baeti yang berkasnya dilimpahkan ke kejaksaan dan berlanjut ke persidangan.
Penasihat hukum terdakwa, Muh. Rifai, S.H., dalam eksepsi yang diajukan pada sidang 6 November 2025 menegaskan bahwa perkara ini bukan ranah pidana melainkan sengketa keperdataan mengenai hak waris. Merujuk empat putusan berlapis yang telah berkekuatan hukum tetap.
– Putusan Pengadilan Agama Palopo Nomor 120/Pdt.G/2022/PA.Plp tanggal 6 Juli 2022,
– Putusan Pengadilan Tinggi Agama Makassar tanggal 21 September 2022,
– Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 276 K/Ag/2023 tanggal 13 April 2023,
– Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 88 PK/Ag/2024 tanggal 2 Juli 2024.
”Keempat putusan ini secara tegas menetapkan objek tanah seluas 6060 m2 tersebut sebagai harta warisan bersama. Oleh karena itu, perkara ini tidak dapat diperiksa dalam ranah pidana oleh PN Palopo,” tegas Rivai melalui keterangan tertulisnya terhadap awak media, Sabtu (8/11/2025).
Rivai juga mengkritik penyidik Polres Palopo yang tidak pernah meminta, menyita, maupun melampirkan putusan-putusan inkrah tersebut sebagai alat bukti dalam berkas perkara.
”Penyidik semestinya bertindak objektif dan menerapkan Due Process of Law. Mengabaikan putusan Mahkamah Agung yang mengikat adalah pelanggaran prinsip hukum acara pidana,” terangnya.
Kemudian Rivai menambahkan, cacat prosedural ini turut memperlemah surat dakwaan JPU yang tidak mencantumkan dokumen krusial tersebut.
Lebih lanjut, Rivai menyoroti alat bukti yang dilampirkan JPU, yaitu risalah lelang dan sertifikat atas nama Amiruddin Haring sebenarnya adalah bukti baru (Novum) yang diajukan Amiruddin dalam memori Peninjauan Kembali (PK).
”Bukti itu telah ditolak Mahkamah Agung melalui Putusan PK Nomor 88 PK/Ag/2024 tanggal 2 Juli 2024. Dengan ditolaknya Novum tersebut, maka tidak ada lagi dasar hukum untuk mengklaim bahwa objek tersebut adalah milik pribadi. Objek tetap harta warisan dari almarhum orang tua korban dan para terdakwa,” ungkapnya.
Rivai menyatakan harapannya agar kiranya eksepsi dapat diterima oleh majelis Hakim melalui putusan sela.
”Kami berharap majelis Hakim mengabulkan eksepsi kewenangan absolut, sehingga perkara ini dikembalikan ke ranah perdata dan klien kami segera dibebaskan,” harapnya.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Palopo, Koharuddin yang juga merupakan salah satu JPU, tak menjawab panggilan dan pesan awak media saat ingin mengkonfirmasi, hingga berita ini diturunkan.
Sebelumnya, Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) Luwu Raya menggelar aksi damai di depan Kejari Palopo pada 26 Oktober 2025. Mereka menuntut aparat penegak hukum menghentikan dugaan kriminalisasi terhadap ahli waris.
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 11 November 2025, dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi penasihat hukum. Adapun agenda selanjutnya, setelah tanggapan JPU yaitu putusan sela majelis Hakim. Jika eksepsi ditolak, pemeriksaan pokok perkara akan berlanjut. Sebaliknya, jika diterima, perkara ini akan dikembalikan ke ranah perdata dan ketiga terdakwa dibebaskan dari tahanan. (*)



Komentar