Anak Turunan Datu Kamanre Apresiasi Gerakan Penyatuan Datu Luwu

PALOPO, ANGKASA NEWS – Gerakan penyatuan dualisme Datu Luwu yang digawangi Dewan Adat Pancai Pao dan Dewan Adat Arung Malangke terus mendapat dukungan. Kali ini datang dari Wija Datu Kamanre H Andi Baso Opu Bau SH.

Opu Bau mendukung penuh gerakan perbaikan tatanan adat dan pembentukan Kerajaan Pajung ri Luwu, sebagai wadah pergerakan yang berpusat di Pattimang, Kecamatan Malangke, Kabupaten Luwu Utara.

Menurut Opu Bau, dualisme Datu Luwu telah merusak kehidupan tatanan adat serta budaya wija to Luwu, karena semua hanya mengedepankan ego.

“Dua Datu Luwu yang ada saat ini, semua tidak memenuhi syarat untuk diberi pengakuan secara adat berdasarkan tatanan sejarah adat Tana Luwu. Versi Andi Maradang Mackulau, bapaknya tidak pernah menjadi Datu Luwu, apalagi menjadi Pajung ri Luwu. Bahkan ibunya juga tidak bergelar permaisuri,” terangnya.

Sementara Andi Bau Iwan Alamsyah, ayahnya pernah menjadi Datu atau Pajung ri Luwu ke-37 serta ibunya bergelar permaisuri, namun Andi Bau Iwan Alamsyah saat ini tidak berdiam di dalam istana Kedatuan Luwu, bahkan telah menodai tatanan adat, karena telah membentuk dewan adat dari kalangan masyarakat biasa, yang sejarah perjuangan leluhurnya tidak jelas. Termasuk saudaranya sendiri ikut direndahkan kedudukannya dalam tatanan adat tana Luwu, sebab ikut juga dijadikan sebagai pemegang adat. Padahal sesuai tatanan adat, adiknya hanya boleh jadi putra putri mahkota, jika mengacu pada silsilah sejarah Kerajaan Luwu.

“Kami menilai dua sosok yang saling mengklaim dirinya Datu Luwu, terkesan sedang berlomba memanfaatkan adat tana Luwu untuk kepentingan kelompoknya saja, sehingga mengorbankan masyarakat adat tana Luwu dan sejarahnya Kerajaan Luwu,” tandas Opu Bau.

Opu Bau berharap kepada Dewan Adat Pancai Pao bersama Arung Malangke, agar tetap melanjutkan perjuangannya dalam mengembalikan tatanan adat, yang mengacu sejarah Kerajaan Luwu yang dahulu berpusat di Pattimang, Malangke.

“Kami atas nama tokoh adat tana Luwu dari rumpun keluarga besar anak turunan Kamanre, mendukung sepenuhnya agar semuanya bisa terwujud, sehingga tatanan adat tana Luwu kembali ke yang semestinya, seperti dahulu kala,” harapnya.

Sementara itu, Pemegang Mandat Adat Pancai Pao, Abidin Arief To Pallawarukka SH menyampaikan terima kasih atas dukungan dari beberapa tokoh terkait gerakan perbaikan adat.

“Ambisi kami adalah menjaga tatanan adat di wilayah Kerajaan Luwu, agar anak turunan tana Luwu tidak kehilangan identitasnya, sehingga kami akan berupaya terus untuk mengembalikan sejarah kerajaan Pajung ri Luwu, dalam rangka pelestarian adat dan pengembangan budaya anak turunan Luwu,” ujarnya.

Abidin menegaskan pihaknya tak mempersoalkan siapa yang harus dijadikan Pajung/Datu, yang penting memenuhi kriteria. Sebab adat tana Luwu masih punya mekanisme jelas untuk dijadikan rujukan sejarah.

“Kami tetap membuka diri untuk semua pihak dalam berkomunikasi. Sebab dari dulu memang Pancai Pao beserta Arung Malangke tidak pernah berpihak sejak terjadinya dualisme Datu Luwu,” katanya.

Abidin mengatakan, hasil komunikasi dengan beberapa tokoh adat tana Luwu, maka pembentukan wadah gerakan perbaikan tatanan adat akan diusahakan rampung pada Oktober 2023 mendatang. Sehingga kedudukan Kerajaan Pajung ri Tana Luwu yang berpusat di Pattimang akan mempunyai legal standing hukum secara nasional, sehingga pemerintah kedepan harus menerima keberadaan Kerajaan Pajung ri Tana Luwu, yang mengacu pada sejarah abad ke-15.

Sekedar diketahui juga bahwa kader Datu atau Pajung cukup banyak di Malangke, karena Malangke selain merupakan pusat sejarah kerajaan Pajung ri Luwu, anak turunan Malangke jugalah yang menjadi datu hingga disematkan gelar sebagai Pajung ri Luwu oleh Pancai Pao. (fhm)

Komentar