JAKARTA, ANGKASA NEWS– Kejaksaan Agung (Kejagung) RI tengah didorong untuk memeriksa dan menetapkan tersangka terhadap Airlangga Hartarto usai mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar), atas dugaan Korupsi dalam ekspor minyak sawit mentah pada tahun 2021-2022.
Hal itu disampaikan oleh Pengamat Politik Citra Institute, Efriza melalui via phone kepada awak media, Senin (12/8/2024).
Namun, ia tidak menyebutkan siapa kelompok atau pihak yang mendesak Kejagung untuk mengusut dugaan kasus Airlangga Hartarto dalam ekspor minyak sawit tersebut.
“Supaya kasus Airlangga itu mulai diperiksa KPK dan Airlangga ini mulai statusnya naik jadi tersangka,” terang Efriza di kutip dari Wartakotalive.com
Selain itu, Efriza menyatakan adanya tekanan dari eksternal yang juga mendorong Airlangga Hartarto memutuskan untuk mundur.
“Ini tentunya tekanan dari internal dan eksternal, makanya ia mengambil keputusan secara pribadi dan bersama keluarganya,” kata Efriza.
Menurutnya, jika tekanan tersebut tidak kuat dan kencang, maka Airlangga pasti tetap bertahan sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
“Ini keputusan pribadi beliau, tentu disampaikan ke pak Presiden, Airlangga menunjukkan sifat dan karakter tidak pernah melepaskan diskusi dengan Presiden Joko Widodo,” ungkap Efriza.
Sebelumnya, Airlangga Hartarto secara resmi telah mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Minggu 11 Agustus 2024.
Usai pengunduran diri tersebut, Agus Gumiwang diumumkan sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketum Partai Golkar.
Pengamat Politik Citra Institute, Efriza menerangkan mundurnya Airlangga Hartarto bukan secara mendadak tapi sudah direncanakan usai isu bakal dijadikannya tersangka dugaan kasus ekspor minyak sawit mentah.
Sebelum mengumumkan mundur, Airlangga pada Jumat 9 Agustus 2024 telah menemui Presiden Joko Widodo.
“Ini terlihat sekali bahwa, ada tekanan yang besar menjelang Munaslub Partai Golkar. Dan kita lihat ini secara cermat yang paling dikhawatirkan Airlangga bukan sebagai Ketua Umum atau soliditas dari Golkar, tetapi keluarga dan pribadinya,” tutup Efriza.
Komentar