PEMILU 2024: PILIHAN GEN Z, PENENTU ARAH MASA DEPAN BANGSA

* Muh. Ari Fahmi
(Mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Makassar)

Perhelatan pesta demokrasi tak lama lagi terselenggarakan, Pemilu 2024 menjadi momentum bagi seluruh lapisan masyarakat sipil dalam berpartisipasi berdasarkan hak politiknya; memilih ataupun dipilih.

Berdasarkan hasil rekapitulasi DPT oleh KPU, salah satu mayoritas pemilih Pemilu 2024 didominasi oleh kalangan generasi Z atau istilah yang lebih familiar, yakni Gen Z. Sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85% dari total DPT Pemilu 2024. Tak heran tren bacaleg dari kalangan Gen Z banyak yang akan turut mewarnai kompetisi. Adapun sebutan Gen Z merujuk pada orang-orang yang lahir mulai tahun 1995 hingga 2000-an.

Hasil Pemilu 2024 yang benar-benar berkualitas tentu akan menjadi harapan seluruh pihak. Dengan mendominasinya pemilih dari kalangan Gen Z pada pemilu mendatang menjadi momentum dalam melakukan perubahan dengan menentukan figur yang layak menahkodai bahtera kepemimpinan legislatif maupun eksekutif selama 5 tahun kedepan.

Wacana bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada 2025 mesti senantiasa kita gaungkan. Keberhasilan bonus demografi akan ditentukan terhadap siapa yang akan menjadi pemimpin bangsa kelak.

Maka dari itu kita mesti senantiasa aktif mendiskusikan track record para aktor politik yang akan bertarung, agar nantinya kita memilih figur yang memang memiliki kapasitas dan kapabilitas. Dengan harapan terpilihnya pemimpin yang mampu memahami situasi di era distrupsi saat ini, sehingga segala bentuk produk kebijakan yang dikeluarkan mampu mengakomodir berbagai keresahan dan permasalahan yang dihadapi Gen Z saat ini. Serta pemimpin yang mampu mengelolah dan memfasilitasi segala bentuk potensi yang ada.

Dalam merealisasikan harapan tersebut perlunya langkah-langkah strategis yang kita ambil dengan berpartisipasi dalam peristiwa politik. Bagaimana kemudian cermat dalam menentukan pilihan, memahami terlebih dahulu gagasan ataupun visi-misi para aktor politik yang akan bertarung di 2024. Bukan berpihak atau memilih karena hanya ikut-ikutan terhadap hegemoni suatu kelompok yang mempunyai siasat tertentu dalam melanggengkan kepentingan kelompoknya ataupun kepentingan pribadinya saja.

Ada sebuah nasehat dari seorang penyair Jerman bernama Bertold Brecht kiranya penting kita renungkan, ia mengatakan bahwa; “Buta yang terburuk adalah buta politik! Dia tidak mendengar, tidak berbicara dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga beras, harga ikan, harga tepung, harga bbm, biaya sewa, harga sepatu dan obat-obatan semua tergantung pada keputusan politik.”

Konsekuensi ketika kita menolak berpartisipasi dalam peristiwa politik adalah kita mesti siap akan dipimpin dan diperintah oleh orang-orang yg hanya mementingkan kepentingan dirinya dan kelompoknya saja. Gen Z mesti menjadi pelopor bukan lagi menjadi ekor dan jangan sampai idealisme kita mampu di ukur oleh kertas yang bernilaikan angka rupiah, sehingga dapat mempengaruhi pilihan politik.

Terakhir, mestinya juga kita menjaga kondusifitas pada momentum Pemilu ini dengan mengawal egoisme kita masing-masing serta turut mengedukasi masyarakat, jangan hanya karena berbeda pandangan politik mengakibatkan polarisasi ataupun perpecahan dan tidak pula mudah terprovokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam menyebar informasi yang bersifat propokatif. Kita berharap seluruh pihak mampu berpolitik secara bijaksana, secara sehat dan berpolitik secara cerdas. (#)

Komentar