MAKASSAR, ANGKASA NEWS— Suara lantang masyarakat adat Pancai Pao kembali menggema dalam forum resmi dialog Komite II DPD RI bersama para pemangku kepentingan pertambangan di Sulawesi Selatan, Senin (22/9/2025).
Dalam pertemuan yang berlangsung di Kantor Gubernur Sulsel itu, Pemegang Mandat Adat Pancai Pao, Abidin Arief To Pallawarukka SH, menyoroti minimnya perhatian perusahaan tambang, khususnya PT Vale, terhadap adat dan budaya masyarakat di Tana Luwu.
“Adat bukan sekadar tradisi. Adat adalah mekanisme sosial yang menjaga harmoni manusia dengan alam. Kalau perusahaan serius memperhatikan adat, maka masyarakat juga akan lebih mudah diajak menjaga lingkungan,” tegas Abidin.
Ia menilai, selama ini alokasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) lebih banyak diarahkan pada pembangunan fisik, sementara aspek adat dan budaya kerap terpinggirkan. Padahal, menurutnya, investasi pada budaya berarti memperkuat identitas sekaligus menciptakan masyarakat yang rukun.
Warisan Sejarah Jadi Amanah
Abidin mengingatkan, perjuangan Pancai Pao berakar dari sejarah panjang Tana Luwu. Sosok Pancai Pao atau Petta Pao adalah kakak kandung Raja Luwu ke-15, Petta Pattimang. Sejak abad ke-15, amanah Pancai Pao adalah menjaga kemuliaan tanah leluhur.
“Itulah yang kami jalankan hari ini. Kami ingin adat menjadi pilar hidup masyarakat. Dari pendidikan adat, seni tradisi, hingga kerajinan lokal, semuanya bisa menjadi jalan menuju kesejahteraan,” ujarnya.
DPD RI Menyambut Aspirasi
Suara Pancai Pao mendapat perhatian dari pimpinan dan anggota DPD RI. Pimpinan Komite II DPD RI, Andi Abdul Waris Halid, menegaskan bahwa aspirasi adat akan menjadi salah satu fokus pengawasan lembaganya.
Sementara itu, anggota DPD RI La Nyalla Mattalitti menilai keluhan yang berulang dari masyarakat adalah bukti nyata adanya masalah di lapangan.
“Perusahaan jangan hanya mengejar untung. Budaya dan masyarakat harus ikut terangkat,” katanya.
Simbol Perjuangan Jangka Panjang
Bagi masyarakat adat, kehadiran Pancai Pao bukan hanya sekadar representasi tokoh. Ia adalah simbol perlawanan terhadap praktik industri tambang yang kerap mengabaikan aspek sosial budaya.
Sekretaris Adat Karunsie, Hari Pengke, menambahkan bahwa perusahaan tambang bahkan kurang peduli pada situs budaya yang ada di sekitar wilayah operasi.
“Gerakan Pancai Pao bukan sekadar aduan formal, tapi perjuangan panjang merebut kembali ruang budaya yang terpinggirkan,” ungkapnya.
Suara yang Tak Bisa Lagi Diabaikan
Dengan masuknya aspirasi Pancai Pao dalam forum resmi DPD RI, perjuangan masyarakat adat kini semakin mendapat pengakuan di tingkat nasional.
“Kalau pondasi adat kuat, masyarakat akan lebih sejahtera, dan Tana Luwu tetap mulia,” pungkas Abidin. (fhm)
Komentar