JMHI Desak KPK RI Segera Ambil Alih Kasus Dugaan Penyimpangan DAK 2015 Kab. Enrekang

JAKARTA, ANGKASA NEWS– Ketua Umum Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI) kembali angkat bicara, menyoal kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp. 39 Miliar di Kabupaten Enrekang, Sulsel. Dia menilai banyak kejanggalan dibalik kasus tersebut.

Wiranto, putra asli Kabupaten Enrekang yang hari ini sebagai Bendahara Umum PB IKAMI SULSEL sangat menyayangkan sikap Kejaksaan Tinggi Sulsel yang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus dugaan penyimpangan DAK tersebut.

“Selasa, 27 Agustus 2019 yang lalu Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp. 39 Miliar di Kabupaten Enrekang ke tahap penyidikan dan sudah mengantongi nama untuk ditersangkakan, akan tetapi pada 2021 muncul isu bahwa Kejaksaan Tinggi Sulsel mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus dugaan penyimpangan DAK tersebut,” ungkap Wiranto di depan awak media.

Diketahui Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp. 39 Miliar tersebut seharusnya diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendungan jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel. Akan tetapi berdasarkan fakta lapangan anggaran tersebut malah diperuntukan ke proyek pengerjaan yang berbeda.

“Itukan sudah jelas pelanggarannya, proyeknya diduga sama sekali tidak memberikan asas manfaat bagi masyarakat sekitar, anggarannya diperuntukkan untuk pembangunan Bendungan malah dialokasikan ke proyek yang lain, tapi kenapa harus di SP3-kan. Jangan sampai masyarakat menilai bahwa dibalik itu semua ada kongkalikong atau main mata,” tutur Wiranto.

Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI) berharap agar kasus tersebut menuai titik terang dan segera diungkap dalang intelektualnya.

“Untuk kesekian kalinya kami mendesak KPK RI atau Kejaksaan Agung untuk mengambil alih kasus dugaan penyimpangan anggaran tersebut, menurut kami ada kejanggalan dibalik Surat Perintah Penghentian Penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sulsel pada 2021 yang lalu,” imbuh Wiranto.

Saat ditanya, apa langkah selanjutnya?, Wiranto menegaskan bahwa akan menggerakkan ratusan bahkan ribuan massa aksi jika KPK atau Kejaksaan Agung RI tidak mengambil alih bahkan mendiamkan kasus tersebut.

“Di Kabupaten Enrekang sudah banyak kasus korupsi yang diungkap, seperti kasus korupsi RS Pratama Enrekang, korupsi gaji honorer, korupsi pengadaan bibit kopi dan lain sebagainya. Ada apa dengan kasus DAK?, Apakah penegak Hukum takut atau mungkin ada kongkalikong di balik Kasus itu?” tutup Wiranto.

Komentar