FABEM Sulsel Tolak Kedatangan Kunker RI 1

MAKASSAR, ANGKASA NEWS– Beredar File WhatsApp Jadwal Kunjungan Kerja Presiden RI ke beberapa Daerah (kabupaten/kota) di Provinsi Sulawesi Selatan.

Tertanggal 4 S.D. 5 Juli 2024 dengan rencana kegiatan Hari Pertama, Kamis 4 Juli 2024 Pukul, 07.00 WIB/08.00 WITA. Presiden RI dan rombongan menggunakan pesawat Kepresidenan BBJ 2 lepas landas dari Lanud Halim Perdanakusuma menuju Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, (Rabu, 3 Juli 2024).

Selanjutnya Presiden RI akan melakukan kunjungan ke Kabupaten Bone, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Takalar.

Dewan Pengurus Wilayah Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa Sulawesi Selatan (DPW FABEM Sulsel), akan menyambut kehadiran Presiden RI dalam hal ini Bapak. Ir. Joko Widodo dibandara Sultan Hasanuddin dengan sambutan penolakan dengan membagikan beberapa selembaran tuntutan dan petaka.

Muh. Ahlus selaku Formatur Ketum FABEM Sulsel, melihat Negara Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Bapak. Ir Joko Widodo mengalami kemunduran baik Berdemokrasi sampai dengan Pertumbuhan Ekonomi.

Maraknya pembatasan kebebasan sipil dan pengawasan yang dilakukan pihak kepolisian. Seperti adanya penangkapan sewenang-wenang (Diskriminalisasi) terhadap Aktivis.

“Banyak Aksi Unras (Demonstrasi) yang mendapatkan tindakan Represif, Kriminalisasi hingga penangkapan yang terjadi di Indonesia khususnya di Kota Makassar. Seperti halnya dalam Aksi Memperingati Hari May Day dan Hari Pendidikan Nasional,” ucap Ahlus.

Hal itu juga terlihat dari sejumlah indikator terkait iklim demokrasi Indonesia, antara lain Freedom House, The Economist Intelligence Unit, dan V-Dem.

Ketika SBY menyelesaikan masa jabatannya, demokrasi Indonesia dianggap dalam kondisi “Stagnan”. Namun pada era Jokowi, indeks demokrasi Indonesia justru cenderung menurun.

Hingga indeks terakhir yang dirilis pada 2022, The Economist Intelligence Unit masih mengkategorikan Indonesia sebagai negara dengan “Demokrasi Cacat”.

“Demokrasi pada pemerintahan periode kedua Jokowi semakin rusak, dikarenakan munculnya UU ITE dan Maraknya tindakan kriminalisasi terhadap Aktivis sehingga ruang bagi Aktivis untuk mengkritik (oposisi) sekecil biji zarrah. Memang Jokowi belum sampai jadi diktator, dia belum 100% otoritarian, tetapi nuansa kepemimpinannya sudah anti-demokratik,” tegasnya.

Menurut Ahlus, yang menjadi faktor mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia tak mencapai target Jokowi sebesar 7% meski pembangunan infrastruktur sudah begitu gencar. Sejak 2015 hingga 2023, pertumbuhan ekonomi stagnan pada rata-rata 4,12%. Namun perlu dicatat pula bahwa pandemi menjadi salah satu faktor yang turut menghambat. Ia pula memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan stagnan ke depannya.

Pemicunya, kata dia, “Adalah regulasi yang tidak efisien dan kualitas institusi pemerintahan yang diabaikan dengan rusaknya demokrasi dan penegakan hukum,” terang Ahlus.

Pembangunan infrastruktur era Jokowi juga menimbulkan ongkos sosial seperti konflik agraria hingga pelanggaran HAM. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat bahwa proyek strategis nasional (PSN)-yang menjadi jurus Jokowi mempercepat pembangunan-telah menyebabkan 115 konflik agraria dengan luas 516.409 hektar dan berdampak terhadap 85.555 KK pada 2020-2023. Contohnya di Sulawesi Selatan ada beberapa perusahaan yang beroperasi Smelter-Nikel seperti PT. Vale dan PT. Huady dll.

“Menjadi pertanyaan mendasar kita, apakah dengan hadirnya perusahaan tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita? apakah dengan gencarnya pembangunan Smelter dapat menjamin kesejahteraan masyarakat di sekitarnya?, menanggapi dampak lingkungan dan sosial yang timbul, peningkatan (nilai tambah) itu tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.” ungkap Ahlus.

Pola investasi semacam ini, menurut dia, merupakan buah dari Undang-Undang Cipta Kerja yang diwariskan oleh Jokowi. UU itu tidak lagi mewajibkan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), sehingga aspek keberlanjutan menjadi salah satu hal yang kian terabaikan.

Hal lain yang juga menjadi catatan, masifnya investasi itu nyatanya juga belum cukup mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai target.

“Investasi memang naik, tapi kan yang tidak terlalu memedulikan efek keberlanjutan. Aspek-aspek yang tadinya bisa diseleksi, malah dilonggarkan,” ujar Ahlus.

“Secara nilai, investasi memang naik tetapi kerugiannya ada pada lingkungan, tipe investasinya yang padat modal, dan tidak ramah bagi buruh dan masyarakat. Akhirnya investasi bertambah, tapi pertumbuhan ekonomi stuck,” sambungnya.

“Yang Terakhir kami dari DPW Forum Alumni BEM Sulsel berharap dengan kedatangan Bapak Presiden RI kita tercinta, itu mampu menjadi solutif bagi masyarakat Sulsel dengan menerima masyarakat atau paling tidak menerima teman-teman FABEM Sulsel untuk berdialog tanpa memakai perantara, demi menjawab apa yang menjadi keresahan Rakyat Indonesia khususnya Sulawesi Selatan dengan begitu banyak keluhan mulai dari Maraknya Perampasan Ruang Hidup, Pelanggaran HAM, Biaya Pendidikan Mahal (Komersialisasi), Maraknya Judi Online, Indeks Pertumbuhan Ekonomi Menurun Drastis, Utang Negara Bertambah sekian persen, Parahnya lagi Mega Korupsi kian marak seperti Bansos, Pembangunan Infrastruktur hingga sektor Pertanian (Langkahnya Pupuk).” tutup Ahlus.

Komentar