Adat Pancai Pao Usulkan Djemma Barue ke-39 Lakukan Penyegaran Kabinet Adatnya

PALOPO, ANGKASA NEWS– A. Nur Alam, salah satu tokoh Adat Tana Luwu merupakan ‘bate-bate ilaleng pare’ dengan kata lain keluarga terdekat Pajung Ri Luwu mengungkapkan kepada awak media Angkasa News melalui press rilisnya, Selasa (7/03/2023).

Jika pertemuan Minggu lalu, Pajung Ri Luwu ke-39 Andi Bau Iwan Alamsyah Djemma Barue SH MM bersama Pemegang Mandat Adat Pancai Pao, Abidin Arief To Pallawarukka SH, salah satu pembicaraan utama dalam pertemuan empat mata.

Merupakan amanah dari Dewan Adat Pancai Pao yang disampaikan langsung Pemegang Mandat Adat Pancai Pao adalah usulan penyegaran kabinet adat Kedatuan luwu. Demi kepentingan adat Tana luwu untuk Wija To Luwu agar jati dirinya tidak ternodai dikarenakan ulah kelompok tertentu.

Amanah tersebut disampaikan langsung kepada Pajung Ri Luwu ke-39. Lalu saat itu juga langsung dijawab dalam pertemuannya empat mata di salah satu kediaman keluarga yang ada di Kota Palopo.

Bahkan Pajung Ri Luwu 39 meminta agar Dewan Adat Pancai Pao ikut mengawasi dirinya bersama seluruh kabinet adatnya agar ke depan tidak boleh ada yang menyimpan dari tatanan adat Tana Luwu.
Sebab adat Tana Luwu tujuannya dilestarikan demi pengembangan budaya. Bukan pada pendekatan kekuasaan apalagi pada pendekatan politik yang sifatnya menguntungkan kelompok tertentu lalu merugikan kemaslahatan ummat.

”Namun kami juga tidak kaku dalam melakukan pelestarian adat. Sebab kami tetap mempersilahkan bagi keluarga atau pengurus adat yang ingin terlibat langsung ke politik praktis, dengan syarat tidak boleh membawa bawa simbol kedatuan atau simbol adat yang ada di Tana Luwu. Sebab membawa simbol adat Tana Luwu sama halnya kita telah membiarkan tatanan adat kita tercederai serta menggores perasaan Wija To Luwu. Karena belum tentu keinginan kita membawa simbol adat adalah merupakan keinginan semua Wija To Luwu terlebih para pengurus adat yang ada di Tana Luwu,” ujarnya.

Demokrasi harus dijunjung tinggi namun tatanan adat tidak boleh tercedrai hanya karena kelebihan modern. Sebab adat Tana Luwu punya regulasi tersendiri yang tidak bertentangan hukum negara, terlebih hukum agama dalam menjaga nilai-nilai kearifan lokal sebagai warisan leluhur.

Sekedar diketahui bahwa hubungan Pancai Pao dengan Pajung Ri Luwu pada abad 15 merupakan saudara kandung antara La Patiware Petta Matinroe ri Pattimang bergelar Raja Luwu ke-15 dalam melaksanakan pengelolaan pemerintahan Kerajaan Luwu.

Sedangkan La Pati Paressa Petta Matinroe ri Tana Pancai Bergelar Pancai Pao pada abad 15, beliau menjadi pembawa amanah dalam mengawasi tatanan adat Tana Luwu demi memahami tata cara berkehidupan antara raja terhadap rakyatnya. Dan begitupun antara rakyat terhadap rajanya sehingga semua harus patuh dan menghormati tatanan adat Tana Luwu demi kepentingan Wija to Luwu dimanapun.

Itulah kisah kedekatan dua putra mahkota dari anak turunan Datu Balubu pada abad 13 dengan pernikahannya bersama Datu E’ Tenrirawe pada abad 14 di masa lampau yang putra mahkotanya mempunyai tugas pokok fungsi berbeda dalam menjaga kemuliaan Tana Luwu.

Hingga secara turun temurun anak turunan Pajung ri Luwu ke-37 Andi Bau Alamsyah Djemma Barue Petta Matinroe Tellu Boccoe serta anak turunan Pancai Pao selalu dipertahankan sampai saat ini.
Pajung ri Luwu ke-39 A Bau Iwan Alamsyah Djemma Barue SH MM bahwasanya hubungan persaudaraan anak turunan Pajung Ri Luwu dengan anak turunan Pancai Pao harus diabadikan melalui komitmen tatanan adat Tana Luwu.

”Demi kepentingan sejarah adat Tana Luwu agar jati diri Wija To Luwu tidak tergerus dengan kemajuan zaman yang kita hadapi saat ini,” tutup A. Nur Alam Opu Daeng Magangka. (ari)

Komentar