Adat Pancai Pao Apresiasi Pernyataan Andi Nur Alam Opu Daeng Magangka

PALOPO, ANGKASA NEWS– Mansur Abu To Palemmai Pabbicara Adat Pancai Pao langsung angkat bicara menanggapi pernyataan Andi Nur Alam dalam kapasitas Bate-bate Ilaleng Pare Pajung ri Luwu ke-39 Andi Bau Iwan Alamsyah Djemma Barue SH MM.

”Atas nama Adat Pancai Pao memberi apresiasi sekaligus mengingatkan agar susunan kabinet adat Pajung ri Luwu ke-39 betul-betul sifatnya penyegaran dalam menempatkan kabinet dewan adat 12-nya,” ujar Mansur Abu, Rabu (08/03/2023).

Jangan sekedar mengganti atau memposisikan dewan adat karena kedekatan, apalagi sampai melakukan monopoli karena azas persaudaraan. Namun berharap keluarga diberi ruang yang berhak duduk dalam mewakili perjuangan leluhurnya di masa lampau dengan salah satu barometer silsilah harus ditunjukkan sesuai tatanan atau aturan adat Tana Luwu yang tidak bertentangan aturan negara, terlebih aturan agama dalam kemasan hukum nasional yang diberlakukan sejak abad 15 awal masuknya Islam diterima Kerajaan Luwu hingga sampai saat ini.

Wija To Luwu masih banyak paham sejarah perjuangan kebesaran Kerajaan luwu dimasa lampau serta memahami tatanan adat Tana Luwu yang sebenarnya jika perjuangan Kerajaan Luwu merupakan satu kesatuan para tokoh adat serta masyarakat adat mulai tingkat atas sampai ke tingkat bawah tidak terlepas dari perjuangan kebersamaan.

“Mari kita menjunjung tinggi rasa kebersamaan karena dengan kebersamaan persatuan pasti ada. Berikan ruang kedudukan dan serahkan masing-masing tugas pokok fungsinya para tokoh adat mulai pemegang hadat sampai pada tingkat pemangku kelas bawah dalam simbol tertinggi merupakan kemulian Tana Luwu demi Wija To Luwu secara keseluruhan atas nama Pajung ri Luwu,” ujar Mansur Abu.

Adat Tana Luwu otonom pada abad 14 Kerajaan Luwu lebih dulu mengenal cara hidup berdemokrasi dengan cara terpimpin dari pada menerima agama Islam. Sehingga kesan intervensi sama sekali tidak ada dikarenakan segala falsafah telah dijadikan ketetapan aturan dalam tatanan adat yang semua harus hormat dan menjunjung tinggi.

Baik rakyat terlebih rajanya harus tampil totalitas sebagai pengayom yang sekaligus jadi panutan rakyat secara turun temurun agar anak turunan Tana Luwu secara keseluruhan budayanya dapat menonjol.

“Utamanya yang kami pesankan agar seorang Pajung ri Luwu kedepan jangan terlalu muda kesana-kemari melantik. Sebab Pajung ri Luwu merupakan simbol tertinggi dalam Kerajaan/Kedatuan Tana Luwu,” ujarnya.

Tidak ada tugas atau pekerjaan pelantikan Pajung ri Luwu harus dilakukan karena seorang Pajung ri Luwu sangat sakral kedudukannya. Namun salah satu yang harus dilakukan adalah mengumumkan kabinet dewan adat 12-nya.

Hal itu merupakan titah Pajung ri Luwu secara tersirat maupun tersurat agar semua pada tahu jika seorang Pajung ri Luwu mempunyai keputusan yang tidak satupun manusia bisa mengubah, apalagi mencabut titahnya selama tidak merugikan Kerajaan/Kedatuan Luwu demi kepentingan masyarakat banyak.

Pada tingkatan kelas pemangku sampai tingkatan sub suku semua diserahkan kepada masing-masing dewan adatnya sebagai keterwakilan masyarakat adat setempat. Namun seorang Pajung ri Luwu wajib hadir menyaksikan apakah hadir secara langsung atau mengutus salah satu kabinetnya sebagai delegasi simbol tertinggi Pajung ri Luwu yakni para pemegang adat.

Sebab mengurusi adat Kedatuan Luwu tidak boleh kaku dan harus mengikuti perkembangan zaman yang tidak mencederai tatanan adat yang telah disepakati para leluhur sejak agama Islam diterima pada abad 15 melalui titisan para dewa Raja Luwu, La Patiware Petta Matinroe ri Pattimang atas nama Kerajaan/Kedatuan Luwu.

Apabila Pajung ri luwu hadir di setiap acara utamanya acara adat selalu harus didampingi para pemegang adat atau para pemangku adat yang kategori bate-bate ilaleng pare dikarenakan setiap kata serta perbuatan Pajung ri Luwu selalu mengedepankan serta melekat kepentingan orang banyak demi kemuliaan Tana Luwu sebagai simbol tertinggi Pajung ri Tana Luwu.

”Kamipun ingatkan bahwa penobatan seorang pemangku sampai ke tingkat sub anak suku diserahkan masing-masing kepada mereka dalam melakukan kegiatan prosesi penobatan di tempatnya. Tidak boleh ada tekanan harus potong kerbau atau sapi sehingga acara terkesan berlebihan kemegahannya yang menyusahkan diri sendiri apalagi menyusahkan masyarakat lain, terlebih masyarakat banyak kembalikan pada kemauan serta kemampuan yang ingin melaksanakan acaranya,” tegas Mansur Abu.

Semua harus memahami bahwa adat Tana Luwu bukan lagi penguasa tunggal pemerintahan di Tana Luwu tapi punya keistimewaan dalam melakukan pelestarian adat demi mengembangkan budaya Tana Luwu sebagai motto Tana Luwu Tana Mappatuo dan Wija To Luwu Wija Mappiddcengnge.

Artinya Tana Luwu adalah tanah yang subur memberi kehidupan dan anak turunan Luwu merupakan anak turunan yang selalu berbuat baik untuk menjadi kebaikan orang banyak terlebih kebaikan yang otomatis didapatkan pada diri sendiri.

”Pada prinsipnya kami anak turunan Pancai Pao (La Pati Paressa Petta Matinroe ri Tana Pancai Pao) selalu bersedia secara turun-temurun untuk mengurusi tatanan adat Tana Luwu atas nama dewan adat Pancai Pao. Karena kami punya komitmen dalam melanjutkan amanah Allah yang diterima melalui leluhur kami bagi kelompok adat yang selalu mau berbuat semaunya, kami tetap akan tentang selamanya agar jati diri anak turunan Tana luwu tidak tergores sedikitpun,” kunci Mansur Abu To Palemmai. (ari)

Komentar